Senin, 24 Juni 2013

Bab 2 Kajian Teori


1.1.   Teori Sustainable Coastal Tourism
Dalam mengembangkan pariwisata bahari pada suatu wilayah, terdapat suatu konsep yang disebut sebagai Sustainable Coastal Tourism. Konsep tersebut membawa pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan atau kondisi pariwisata bahari pada masa yang akan datang. Definisi Sustainable Coastal Tourism juga dapat diartikan sebagai pengembangan pariwisata bahari berkelanjutan. Menurut World Tourism Organization (WTO), pariwisata adalah kegiatan seseorang yang bepergian ke atau tinggal di suatu tempat di luar lingkungannya yang biasa dalam waktu tidak lebih dari satu tahun secara terus menerus, untuk kesenangan, bisnis ataupun tujuan lainnya (Sumber: www.ocean.si.edu), Sementara menurut MacIntosh and Goeldner (1986): Pariwisata bisa didefinisikan sebagai semua fenomena dan keterkaitan yang muncul karena interaksi wisatawan, bisnis penyedia jasa, pemerintah dan komunitas setempat, dalam proses mendatangkan wisatawan atau pengunjung. Selain itu, menurut UU Nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan,  wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Untuk mendukung perencanaan pengembangan pariwisata bahari diperlukan pencarian data sebagai tahap awal dalam analisis perencanaan pariwisata diperlukan komponen-komponen pariwisata. Komponen-komponen wisata dapat dikelompokkan sebagai berikut (Sumber: www.file.upi.id) :
  1. Akomodasi, akomodasi yang dimakasud adalah berbagai jenis fasilitas yang menunjang wisata bahari tersebut, seperti hal-nya hotel ataupun fasilitas lain yang berhubungan dengan pelayanan. Akomodasi sangat berpengaruh terhadapa seberapa besar pariwisata diminati oleh para wisatawan yang berkunjung pada tempat wisata tersebut.
  2. Fasilitas dan pelayanan transportasi, yang meliputi transportasi yang digunakan untuk menuju kawasan wisata dengan memberikan fasilitas serta pelayanan transportasi yang terkait dengan kemudahan aksesbilitas dari dan menuju tempat wisata bahari itu sendiri.
  3. Infrastruktur, yang meliputi penyediaan listrik, air bersih, jaringan telekomunikasi, dan lain sebagainya.
  4. Elemen kelembagaan, yang diperlukan untuk membangun dan mengelola kegiatan wisata. Elemen tersebut menunjukkan kerjasama antara pihak pemerinta, swasta maupun masyarakat dalam membangun tempat wisata agar dpaat mendukung perkembangan perekonomian wilayah dan sekitarnya.




Rencana pengembangan kawasan bahari harus dikaitkan dengan berbagai kepentingan yang mendasar, yaitu pemberdayaan masyarakat pesisir. Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang memiliki banyak pengetahuan tentang kondisi obyektif wilayahnya, oleh Karena itu dalam pengembangan kawasan wisata bahari, senantiasa hendaknya di mulai pendekatan terhadap masyarakat setempat sebagai suatu model pendekatan perencanaan partisipatif yang menempatkan masyarakat pesisir memungkinkan saling berbagi, meningkatkan dan menganalisa pengetahuan mereka tentang bahari dan kehidupan pesisir, membuat rencana dan bertindak.

2.1.1.  Konsep Sustainable Coastal Tourism
Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupannya di sepanjang hari dengan kehidupan yang dihasilkan oleh laut. Laut adalah tempat dimana mereka mengelola kehidupannya, mengembangkan kreativitas dan inovasi untuk mengoptimalkan potensi kelautan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari mereka dalam berperan serta baik dalam konservasi lingkungan, pemanfaatan lingkungan dan pengelolaan lingkungan. Pemanfaatan secara optimal terhadap potensi kelautan, tidak berarti melupakan faktor yang sangat penting bagi nilai pengembangan kawasan wisata bahari yang berkelanjutan, yaitu upaya perbaikan terhadap kawasan yang rusak dan  keanekaragaman potensinya telah berkurang. Pengembangan kawasan wisata bahari adalah satu bentuk pengelolaan kawasan wisata yang berupaya untuk memberikan manfaat terutama bagi upaya perlindungan dan pelestarian serta pemanfaatan potensi dan jasa lingkungan.
Konsep wisata bahari juga di dasarkan pada view, keunikan alam, karakteristik ekosistem, kekhasan seni budaya dan karaktersitik masyarakat sebagai kekuatan dasar yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Konsep pariwisata berkelanjutan juga memperhatikan kebutuhan saat ini dengan mempertimbangkan kebutuhan (hidup) generasi penerus di waktu yang akan datang. Konsep suistainable coastal tourism juga didasarkan pada bentuk pengembangan ekonomi yang dirancang untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat lokal, memberikan image yang positif bagi wisatawan, pemeliharaan kualitas lingkungan hidup yang tergantung dari sikap masyarakat lokal dan wisatawan. Konsep tersebut juga mengacu pada penggunaan secara maksimal dari suatu daya tarik wisata tanpa mengakibatkan kerusakan sumber-sumber yang ada, yang dapat mengurangi kepuasan turis atau menambah masalah sosial dan ekonomi bagi masyarakat lokal. Oleh sebab itu, lingkungan yang ada harus dijaga baik dikarenakan Daya dukung (carring capacity) adalah kunci bagi pengembangan kepariwisataanyang dapat  bertahan lama (sustainable tourism).  Selain itu, konsep tersebut juga berkaitan dengan hubungan antara pariwisata dan lingkungan harus dikelola dengan baik agar lingkungan hidup dapat bertahan untuk jangka panjang dan kegiatan pariwisata tidak boleh membawa dampak yang tidak diharapkan.

2.2.Kawasan Pesisir
Kawasan pesisir menurut Undang – Undang No.27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil sebagai daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut.
Kawasan pesisir memiliki interaksi kuat antara daratan dan lautan, termasuk di dalamnya adalah pantai, rawa pesisir, mangrove dan terumbu karang atau bagian lainnya bisa jadi lebih jauh dari pesisir terdekat (inland or out to sea) tetapi mereka tetap memainkan peranan penting dalam pembentukan kawasan pesisir. Sungai yang membawa air dan sedimentasi pada lingkungan pesisir merupakan salah satu bagian yang penting dalam kawasan pesisir. Oleh karena itu, kawasan pesisir dapat dianggap sebagai wilayah yang menggambarkan koneksi antara daratan dan lautan, dan wilayah.
Kawasan pesisir mencakup lahan yang berinteraksi dengan lautan dalam beberapa cara, dan ruang laut yang berinteraksi dengan daratan. Dengan demikian kawasan pesisir:
a.   Mencakup komponen lahan dan laut;
b.   memiliki batasan antara daratan dan lautan yang ditentukan oleh tingkat pengaruh dari lahan terhadap lautan, lautan terhadap lautan dan lautan terhadap daratan; dan
c.   tidak seragam lebar, kedalaman dan tingginya.
Dalam arti sempit, kawasan pesisir merupakan pertemuan antara daratan-lautan dalam jarak beberapa meter ke beberapa kilometer, atau dengan kata lain diperpanjang dari hilir menuju pesisir hingga batas yuridiksi nasional.
Wilayah pesisir jika diartikan dengan sudut pandang hukum paling tidak harus memiliki definisi jarak yang tetap, biasanya batasan dari variabel jarak didefinisikan dari beberapa perbandingan wilayah pesisir, biasanya dari pasang laut tertinggi. Tetapi, batasan mereka belum tetapp, tetapi bervariasi sepanjang pantai sesuai dengan beberapa variabel seperti:
·       Fitur fisik, seperti batas daratan dari bukit pasir Holosen, atau batas laut kapal selam;
·       Fitur biologis, seperti batas darat dari vegetasi pantai atau batas laut dari terumbu karang.
·       Batas administratif, seperti batas darat dari kotamadya setempat yang berhadapan dengan laut atau berada di dekat laut.









Kawasan  mangrove merupakan kawasan yang terletak pada daerah pesisir yang memiliki  fungsiutama untuk lokasi pengembangan dan pembangunan kawasan daratan. (sumber: www.freewebs.com). Pada kawasan ini terdapat karakteristik yang unik seperti hutan mangrove, terumbu karang dan estuaria yang  ekosistemnya berhadapan secara langsung dengan hempusan ombak dan bahaya abrasi pantai.  Sebagai sumberdaya alam yang terdapat di kawasan pesisir, hutan mangrove mempunyai fungsi strategis sebagai produsen primer yang mampu menopang dan menstabilkan ekosistem darat maupun perairan di sekitarnya. Secara ekologis, hutan manrgrove juga berperan dalam menstabilkan wilayah pantai, karena sistem perakarannya mampu sebagai perangkap substrat lumpur.

2.2.Pengertian Mangrove
Hutan mangrove adalah suatu formasi hutan yang dipengaruhi pasang surut air laut, dengan keadaan tanah yang anaerobik. Walaupun keberadaan hutan itu tidak tergantung pada iklim, tetapi umumnya hutan mangrove tumbuh dengan baik didaerah pesisir yang terlindung, seperti delta dan estuaria (LH, DEPHUT, LIPI, DEPDAGRI dan Yayasan Mangrove 1993). Mangrove adalah pohon atau perdu yang tumbuh dipantai diantara batas-batas permukaan air pasang tertinggi dan sedikit diatas rata-rata permukaan air laut (Hardjosentono, 1978), selanjutnya Direktorat Jenderal Kehutanan mendefinisikan hutan mangrove lebih spesifik lagi, yaitu tumbuhan yang berkembang di daerah tropika dan subtropika pantai diantara batas-batas permukaan air pasang dan sedikit diatas rata-rata dari permukaan air laut (Direktorat Jenderal Kehutanan Departemen Pertanian, 1982). Karena hutan mangrove atau bakau digenangi oleh air payau, maka dulu disebut hutan bakau (Soerianegara, 1993) adalah merupakan sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komonitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin.






2.3.1. Ekosistem Mangrove
Ekosistem Mangrove merupakan ekosistem utama penyusun ekosistem wilayah pesisir. Hutan mangrove adalah formasi tumbuhan litural yang kerakteristik terdapat didaerah tropika dan sub tropika , terhampar disepanjang pesisir (Manan, 1986). Menurut Nybakken (1988), sebutan mangrove atau bakau ditujukan untuk semua individu tumbuhan, sedangkan mangal ditujukan bagi seluruh komunitas atau asosiasi yang didominasi oleh tumbuhan ini.
2.3.2.   Manfaat dan Fungsi Hutan Mangrove
Hutan mangrove merupakan sumberdaya alam daerah tropis yang mempunyai manfaat ganda dengan pengaruh luas ditinjau dari aspek sosial, ekonomi dan ekologi. Besarnya peranan hutan mangrove atau ekosistem hutan mangrove bagi kehidupan dapat diketahui dari banyaknya jenis hewan , baik yang hidup diperairan , diatas lahan maupun ditajuk-tajuk pohon mangrove serta manusia yang bergantung pada hutan mangrove (Naamin, 1991). Para ahli berpendapat bahwa hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dengan fungsi bermacam-macam, yaitu : fungsi fisik, fungsi biologi dan fungsi ekonomi atau produksi (Naamin, 1991). Fungsi fisik darihutan mangrove atau ekosistem mangrove , yaitu : menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya erosi pantai serta sebagai perangkap zat-zat pencemar dan limbah. Fungsi biologi dari hutan atau ekosistem mangrove, yaitu sebagai daerah pasca larva dan yuwana jenis-jenis tertentu dari ikan, udang dan bangsa krustecea lainnya serta menjadi tempat bersarangnya burung-burung dan menjadi habitat alami berbagai jenis biota. White (1985) dalam Naamin (1991). menyatakan bahwa ekosistem mangrove memiliki produktivitas yang tinggi.
Fungsi ekonomi atau produksi dari ekosistem hutan mangrove seperti yang telah dicatat oleh Saengar et al, (1983) dalam Naamin (1991) ada 67 macam produk yang dapat dihasilkan dan sebagian besar telah dimanfaatkan oleh masyarakat. Hamilton dan Snedaker (1984) dalam Naamin (1991) mengelompokan menjadi bahan yang dapat dimanfaatkan secara langsung dan yang tidak secara langsung . Pemanfaatan mangrove secara langsung, meliputi : bahan bakar (kayu bakar, arang, alkoho); bahan bangunan (kayu bangunan , tiang-tiang, pagu-pagu, pagar) alat penangkap ikan (tiang sero, bubu, pelampung, tannin untuk penyamak); tekstil dan kulit (rayon, bahan untuk pakaian, tanin untuk menyamak kulit); makanan , minuman dan obat-obatan ; produk kertas; bahan untuk membuat alat-alat rumah tangga; bahan untuk kegiatan pertanian (pupuk) ; lainnya(bok untuk pengepakan). Sedangkan untuk pemanfaatan tidak langsung , yang oleh Saengar et al, (1983) dalam Naamin (1991) dinyatakan sebagai sumber daya alam . Pemanfaatan tidak langsung meliputi : ikan , udang, molluska, lebah madu, burung, mamalia, reptil dan fauna lainnya (amphibi dan insekta).

2.4.          Wisata Edukasi
Pengertian pariwisata berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun  1990 tentang kepariwisataan, bahwa pariwisata adalah segala  sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan perjalanan yang dilakukan secara sukarela, serta bersifat sementara untuk menikmati  objek dan daya tarik wisata termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata tersebut.  Sedangkan edukasi secara Etimologis, edukasi berasal dari kata latin yaitu educare yang artinya “memunculkan”, “membawa”, “melahirkan” Dalam pengertian secara luas edukasi adalah setiap tindakan atau pengalaman yang memiliki efek formatif pada karakter, pikiran atau kemampuan sik dalam individu.
Wisata edukasi adalah segala sesuatu yang berhubungan tindakan atau pengalaman yang memiliki efek formatif pada karakter, pikiran atau kemampuan sik dalam individu. Edu-Tourisim atau wisata edukasi dimaksudkan sebagai suatu program dimana pengunjung dalam kegiatan wisata khususnya anak-anak tersebut melakukan perjalanan wisata pada kawasan wisata dengan tujuan utama mendapatkan pengalaman belajar secara langsung yang terkait dengan kawasan wisata yang dikunjungi.
Oleh sebab itu, wisata edukasi sangat penting dalam kegiatan pariwisata karena pengunjung tidak hanya dapat menikmati kawasan tersebut, melainkan juga dapat menambah ilmu pengetahuan tentang suatu hal yang baru yang terdapat pada kawasan wisata mangrove tersebut.
Penerapan konsep wisata edukasi merupakan sebuah konsep yang multidimensi dan multidisiplin, sehingga perlu persiapan yang matang dan pengawasan yang ketat terhadap penerapan konsep agar sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Penegasan peran pemerintah dan peran masyarakat sangat diperlukan, selain itu diperlukan juga kerjasama denga pihak pengusaha mengingat dana yang dibutuhkan dalam penerapan wisata edukasi mangrove cukup besar dan perlu melibatkan banyak stakeholder terkait.
Adanya wisata edukasi mangrove tersebut memiliki tujuan untuk mengkonservasi lingkungan, melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Keunikan mangrove menjadi daya tarik tersendiri untuk dijadikan sebuah lokasi wisata. Kawasan mangrove sebagai wisata mempunyai konsep atau tatanan tempat yang layak dijadikan sebagai wisata edukasi dikarenakan:
-   Dapat memberikan suatu wawasan dan pemahaman tentang arti pentingnya upaya pelestarian alam sebagai suatu aset ekosistem hutan mangrove sekaligus perairan yang unik yang dapat dikembangkan sebagai wisata alam yang menarik sehingga dapat memberi pengaruh positif bagi semua pihak
-     Tatanan mangrove dengan adanya jembatan-jembatan kayu di sepanjang hutan mangrove merupakan salah satu tujuan agar pengunjung bisa mengenal lebih dekat dengan alam
-     Keanekaragaman flora dan fauna pada kawasan mangrove merupakan potensi yang dapat dijadikan sebuah wisata edukasi dengan melihat karakteristik anatomi flora fauna yang ada.
Pemanfaatan potensi kawasan mangrove sebagai wisata edukasi menjadi sebuah alternatif dalam usaha konservasi ekosistem mangrove karena berfokus pada keutuhan wilayah alam dan pemeliharaan kondisi alam itu sendiri. Mewujudkan wisata edukasi mangrove harus mempertimbangkan aspek fisik dan nonfisik yang mempengaruhinya. Kelestarian hutan mangrove tidak hanya ditekankan pada keuntungan ekonomi semata, melainkan juga diperlukan sistem zonasi yang jelas untuk mewujudkan hutan mangrove sebagai wisata edukasi. Konsep wisata edukasi juga melihat Rencana Tata Ruang yang ada, sistem tata guna lahan disekitar kawasan ini serta peran stakeholder terkait menjadi salah satu aspek penting mewujudkan konsep wisata edukasi yang berkelanjutan. Wisata edukasi yang dilakukan pada kawasan mangrove salah satunya dengan cara melaksanakan event, kelas dilapangan dan penanaman partisipasif bagi kalangan sekolah, universitas dan masyarakat umum yang ingin mengetahui lebih jauh tentang mangrove.

2.5.       Best practice Konsep Wisata Edukasi
Best practice yang diambil untuk kawasan mangrove di Desa Surodadi adalah Mangrove Information Center atau dikenal dengan nama Pusat Informasi Mangrove (Mangrove Information Center) berada di Bali Selatan. Lokasi kawasan mangrove tersebut di bypass Ngurah Rai, kalau dari arah Sanur/ Timur, sekitar 100 meter patung Dewa Ruci (simpang siur) sebelah kiri. 



Wisata mangrove di Bali ini berbasiskan pada pemberdayaan atau budi daya mangrove. Wisata disini menyajikan tracking mangrove dimana wisatawan dapat menelusuri hutan mangrove hanya dengan berjalan kaki melalui jembatan-jembatan kayu di sepanjang hutan mangrove. Tidak hanya pemandangan mangrove yang akan terlihat selama menelusiri jembatan ini, wisatwan juga dapat melihat spesies-spesies lain seperti burung-burung dan berbagai tanaman lainnya. Wisata mangrove ini sudah banyak menyerap wisatawan asing maupun wisatawan lokal. Promosi yang dilakukan pun sangat gencar melalui iklan-iklan tour yang ada di website
Perancangan kawasan mangrove yang ada pada Desa Surodadi akan dirancang tidak jauh beda dengan kawasan mangrove yang terletak di Bali. Pada dasarnya penetapan konsep wisata edukasi mangrove di kawasan Desa Surodadi ini nantinya akan dibuat adanya jembatan-jembatan kayu di sepanjang hutan mangrove yang merupakan salah satu tujuan agar pengunjung bisa mengenal lebih dekat dengan alam. Selain jembatan, untuk mengelilingi kawasan mangrove juga disediakan perahu khusus yang ramah lingkungan, sehingga berkelilingpun tidak diperkenankan menggunakan kendaraan bermotor. Pemandangan seluruh hutan mangrove juga bisa dinikmati melalui tower yang ada di tengah-tengah hutan.
Best practice yang kedua untuk kawasan mangrove di Desa Surodadi adalah Wisata Anyar Mangrove di Surabaya. Wisata Anyar Mangrove adalah objek wisata mangrove di Surabaya, tepatnya berada di sisi timur kota surabaya, tepatnya di Wonorejo kecamatan rungkut Surabaya. Hutan mangrove di Surabaya adalah salah satu potensi konservasi alam yang dapat dikembangkan sebagai objek wisata di Kota Surabaya. Berkembang dari keinginan untuk menyelamatkan kawasan ini dari kerusakan abrasi, dengan swadaya masyarakat kawasan tersebut telah berhasil disulap menjadi sebuah kawasna wisata alam di Surabaya.
Hutan mangrove yang membentang luas ini dihuni oleh 147 spesies burung. Ada 12 spesies diantara keseluruhan yang merupakan jenis hewan dilindungi. Berberapa jenis burung yang kerap terlihat adalah burung air seperti kuntul perak, kowak malam, mandar padi, pecuk hitam, dan mandar batu. Diketahui 44 diantaranya merupakan jenis burung igran yang singgah dan tidak menetap. Burung migran ini kebanyakan berasal dari Australia dan menuju Eropa. Pengunjung dapat menulusuri kawasan mangrove dengan menggunakan perahu motor atau dengan berjalan kaki menulusuri jembatan-jembatan kayu. Adanya spesies yang beragam membuat kawasan mangrove memiliki kesan nyaman dan sejuk.  Adanya keanekaragaman spesies pada kawasan mangrove tersebut menimbulkan potensi yang dapat dijadikan sebuah wisata edukasi dengan melihat karakteristik anatomi flora maupun fauna yang ada pada kawasan mangrove.





Adanya perancangan mangrove yang dilakukan di Desa Surodadi sama dengan perancangan mangrove yang ada di Surabaya yaitu dikarenakan adanya abrasi. Perancangan kawasan mangrove edukasi yang terletak di Desa Surodadi akan dirancang dengan menanam tanaman mangrove dan memelihara fauna pada kawasan tersbut dapat berfungsi untuk rekreasi maupun edukasi bagi pengunjung. Adanya flora dan fauna yang ada pada kawasan mangrove di Desa Surodadi, kawasan mangrove tersebut dirancang dengan adanya jembatan-jembatan kayu yang berfungsi agar pengunjung dapat mengenali flora maupun fauna yang ada pada kawasan tersebut.
Best practice yang ketiga untuk kawasan mangrove di Desa Surodadi adalah Kawasan Mangrove yang ada Taman Sundarbans di India. Penanaman mangrove di Taman Sundarbans dilakukan dengan pendampingan khusus guna mencegah penanaman yang tidak sesuai dengan zonasi yang telah ditetapkan yang nantinya akan mengakibatkan rusaknya ekosistem yang ada. Selain itu, pada kawasan mangrove di Taman Sundarbans juga terdapat zona-zona perlindungan dan lokasi penelitian yang direncanakan sedemikian rupa sehingga kegiatan wisata tidak mengganggu habitat biota yang ada. Pengunjung juga dapat ikut serta dalam beberapa penelitian yang dilakukan di lapangan, akan tetapi setiap wisatawan yang berkunjung harus memiliki izin yang dikeluarkan langsung oleh pihak Dinas kehutanan. Kawasan mangrove tersebut nantinya akan  dilengkapi dengan sarana dan prasarana dengan zonasi kawasan yang jelas dan tertata rapi. Lokasi kawasan wisata tersebut juga  dilengkapi dengan fasilitas wisata kuliner, toko souvenir dan fasilitas pendukung lain yang dapat dijadikan lahan bagi masyarakat untuk memperoleh pendapatan.



Perancangan yang akan dilakukan pada Desa Surodadi tidak jauh beda dengan perancangan yang ada di Taman Sundarbans di India. Pada dasarnya penetapan konsep wisata edukasi mangrove di kawasan Desa Surodadi ini nantinya akan dilengkapi dengan sistem kelembagaan yang jelas serta dilengkapi dengan detail tugas masing-masing lembaga. Kawasan mangrove di Desa Surodadi akan dibuat zona-zona yang sesuai dengan konsep wisata edukasi. Zona-zona yang ada perancangan kawasan mangrove Desa Surodadi diantaranya adanya auditorium mangrove, zona perlindungan dan penelitian mangrove, dan lain sebagainya. Pengunjung kawasan edukasi mangrove juga dapat ikut serta dalam melakukan penanaman mangrove ataupun dalam penelitian mangrove. Kawasan wisata edukasi mangrove di Surodadi juga dilengkapi dengan adanya sarana dan prasarana yang mendukung, seerta dilengkapi dengan fasilitas pendukung lains seperti toko souvenir, floating market, warung atau restoran, dan lain sebagainya. Adanya keberadaan fasilitas-fasilitas tersebut  nantinya akan mempermudah promosi lokasi wisata dengan sebuah konsep paket wisata lengkap ketika mengunjunginya. Selain itu, Perancangan konsep kawasan wisata edukasi tidak hanya memperhatikan  kondisi fisik kawasan saja, melainkan  juga memperhatikan pola masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan mangrove yang terletak di Desa Surodadi. Pada dasarnya pentingnya penekanan partisipatif masyarakat sangat diperlukan, dimana masyarakat tidak melakukan pemeliharaan hanya dengan tujuan ekonomi melainkan diimbangi dengan tujuan ekologis demi keberlangsungan mangrove.

2.4.          Perancangan Kota
 Perancangan Kota pada hakekatnya merupakan proses perwujudan ruang kota yang ditujukan untuk menghasilkan arahan perancangan fisik dari perkembangan kota, konservasi dan perubahan. Perancangan kota juga berkaitan dengan pertimbangan Landscape lebih dari [ada banguannya, preservasi, dan pembangunan baru perdesaan yang perkembangannya dipengaruhi kota, rencana lokal, renovasi kota oleh pemerintah serta kepentingan lokal (Barnet, 1982:12)

2.5.         Elemen Perancangan Kota
Dalam setiap perancangan kota harus memperhatikan elemen-elemen yang ada sehingga nantinya kota tersebut akan mempunyai karakteristik yang jelas. Menurut Hamid Shirvani elemen perancangan kota ada 8 (delapan), yaitu sebagai berikut:

2.7.1 Penggunaan Lahan (Land Use)
  Adalah rancangan dua dimensi berupa denah peruntukan lahan sebuah kota. Ruang-ruang tiga dimensi (bangunan) akan dibangun di tempat-tempat sesuai dengan fungsi bangunan tersebut. pada prinsipnya, pengertian tata guna lahan adalah oengaturan penggunaan lahan untuk menentukan pilihan yang terbaik dalam mengalokasikan fungsi tertentu, sehingga dapat memberikan gambaran keseluruhan bagaimana daerah-daerah pada suatu kawasan tersebut seharusnya berfungsi. Kebijaksanaan tata guna lahan juga membentuk hubungan antara sirkulasi atau parkir dan kepadatan aktivitas atau pengguna individual. Penggunaan lahan memiliki keterkaitan atau hubungan antarfungsi kawasan (Shirvani, 1985) :
·         Daya tampung maksimal lahan
·         Skala pembangunan baru
·         Tipe insentif pembangunan yang sesuai
2.7.2 Bentuk dan Massa Bangunan (Building Form and Massing)
            Bentuk dan massa bangunan atau Building Form and Massing membahas tentang bagaimana bentuk dan massa-massa bangunan yang ada dapat membentuk suatu kawasan. Pada penataan suatu kawasan, bentuk dan hubungan antar massa seperti ketinggian bangunan, jarak antar bangunan, bentuk bangunan, dan lain sebagainya harus diperhatikan, sehingga ruang yang terbentuk menjadi teratur, mempunyai garis langit horizon (skyline) yang dinamis. Building form and massing (bentuk dan masa bangunan), meliputi kualitas yang berkaitan dengan penampilan bangunan, sebagai berikut:
a.    Koefisien Dasar Bangunan (Building Coverage)
Koefisien dasra bangunan adalah prosentase antara jumlah luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan, tanah perpetakan, daeah perencanaan yang dikuasaiyang sesuai denga rencana tata ruang bangunan dan lingkungan.
b.    Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
Koefisien lantai bangunan adalah angka prosentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedung dengan luas tanah atau daerah perencanaan yang dikuasia sesuai rencana tata ruang bangunan dan tata lingkungan.
c.     Skala
Proporsi tertentu yang digunakan untuk menetapkan pengukuran bangunan dan dimensi-dimensi dengan memandang besaran dari unsur bangunan atau ruang terhadap bentuk-bentuk lain. Skala terbagi menjadi 2 bagian antara lain,
·         Skala umum
Unsur-unsur bangunan terhadap bentuk lain di dalam lingkupnya
·         Skala manusia
Digunakan sebagai acuan atau pedoman dalam menyeimbangkan kawasan perancangan
d.    Garis Sepadan Bangunan
Garis sepadan bangunan merupakan jarak bangunan terhadap jalan.


e.     Tekstur
Tekstur adalah kualitas yang dapat dilihat dan dirabah yang ada pada permukaan dalam ukuran, proporsi, bentuk pada bagian benda. Tekstur juga berfungsi untuk menentukkan sampai dimana permukaan melakukan  pemantulan atau penyerapan cahaya yang datang.
f.     Warna
Warna merupakan suatu fenomena yang diakibatkan dari pencahayaan dan persepsi visual yang berguna untuk menjelaskan persepsi individu dalam corak intesitas dan nada.
2.7.3 Sirkulasi dan Parkir
Sirkulasi dan parkir merupakan sistem pergerakan dan elemen utama yang memberi bentuk lingkungan kota. Hal tersebut dikarenakan sistem pergerakan dapat mengendalikan pola aktivitas kota dan membentuk arah melaluli sistem jaringan jalan, jalur pejalan kaki, dan sistem pemberhentian atau transit. Sirkulasi adalah elemen perancangan kota yang secara langsung dapat membentuk dan mengkintrol pola kegiatan suatu kawasan, sebagaimana hal-nya dengan keberadaan sistem transportasi dari jalan public, pedestrian way, dan tempat-tempat transit yang berhubungan akan membentik pergerakan (suatu kegiatan).
Selain itu, sirkulasi juga dapat membentuk karakter suatu daerah, tempat aktivitas dan lain sebagainya. Sementara itu, tempat parkir mempunyai pengaruh langsung pada suatu lingkungan yang ada pada suatu kegiatan. Sirkulasi di dalam kota merupakan salah satu alat yang paling kuat untuk menstrukturkan lingkungan perkotaan karena dapat membentuk, mengarahkan, dan mengendalikan pola aktivitas dalam suatu kota.
2.7.4 Ruang Terbuka (Open Space)
Dalam perencanaan open space akan senantiasa terkait dengan perabit taman atau jalan. Ruang terbuka bisa berupa taman. Perabot taman bisa berupa lampu, tempat sampah, papan nama, bangku taman, air mancur dan lain sebagainya.
2.7.5 Area Pedestrian (Pedestrian Ways)
Jalur pejalan kaki terutama yang ada kawasan pusat kota sangat penting dikarenakan untuk mendukung kelangsungan aktivitas kawasan dan sebagai penunjang keindahan. Elemen pejalan kaki harus dibantu dengan interaksinya pada elemen-elemen dasar dan harus berkaitan dengan lingkungan suatu kawasan serta kegiatan-kegiatan yang ada sesuai dengan perubahan atau pembangunan fisik suatu kawasan.
2.7.6 Aktivitas Pendukung
Aktivitas pendukung adalah semua fungsi bangunan dan kegiatan-kegiatan yang mendukung pada suatu kawasan. Bentuk, lokasi, dan karakter suatu kawasan yang memiliki ciri khusus akan berpengaruh terhadap fungsi, penggunaan lahan dan kegiatan pendukungnya. Aktivitas pendukung tidak hanya menyediakan jalan pedestrian tetapi juga mempertimbangkan fungsi utama dan penggunaan lahan elemen-elemen kita yang dapat menggerakan aktivitas. Aktivitas pendukung meliputi segala fungsi aktivitas yang memperkuat ruang terbuka umum, karena aktivitas dan ruang fisik saling melengkapi satu sama lain. Pendukung aktivitas tidak hanya berupa sarana pendukung jalur pejalan kaki atau plaza pertimbangan guna lahan dan fungsi elemen yang dapat mebangkitkan aktivitas seperti pusat perbelanjaan, taman rekreasi, alun-alun, dan sebagainya.
2.7.7 Papan Iklan (Signage)
Penandaan yang dimaksud adalah petunjuk arah jalan, rambu lalu lintas, media iklan, dan berbagai bentuk penandaan lain. Keberadaan penandaan akan sangat mempengaruhi visualisasi suatu kawasan.
2.7.8 Konservasi (Preservation)
Preservasi dalam perancangan kota adalah perlindungan terhadap lingkungan tempat tinggal (permukiman) dan urban places yang ada dan mempunyai ciri khas. Upaya pelestarian harus melindungi kelestarian lingkungan yang telah ada dan ruang-ruang kawasan yang sudah terbentuk seperti bangunan bersejarah.

2.6.         Elemen Pendukung Citra Kota
     Citra kota adalah gambaran mental dari sebuah kota sesuai dengan rata-rata yang dipandang atau dianggap sesuatu oleh masyarakatnya (Zahnd, 1999: 156). Elemen ini awalnya dicetuskan oleh Kevin Lynch yang meminta pendapat penduduk di suatu kota tentang gambaran yang diingat dari kotanya. Sedanglan menurut Rapport (1997) secara umum, citra merupakan suatu internaslitasi representasi dan penghargaan lingkungan, suatu representasi mental individu dari bagian realitas ekternal yang diketahui melalui beberapa jenis pengalaman (termasuk pengalaman tidak langsung). Citra kota dapat disebut juga sebagai persepsi antara pengamat dnegan lingkungannya. Persepsi atau perseive dapat diartikan sebagai pengamatan yang dilakukan secara langsung dikaitkan dengan suatu makna. Lynch, (1975: 6-8) dalam bukunya “The Image of The City” sebuah citra memerlukan:

·         Identitas pada sebuah obyek atau sesuatu yang berbeda dengan yang lain;
·         Struktur atau pola saling hubung antaran obyek dan pengamat;
·         Obyek tersebut mempunyai makna bagi pengamatnya.
Citra kota lebih ditekankan pada lingkungan fisik atau sebagai kualitas sebuah obyek fisik (seperti warna, struktur yang kuat, dll), sehingga akan menimbulkan bentuk yang berbeda,bagus dan menarik perhatian.
Terdapat lima elemen citra kota menurut Kevin Lynch yaitu path, edge, district, node, dan landmark.
1.     Paths
Path merupakan jalur jalan yang sering dilewati oleh pejalan kaki, kendaraan bermotor, maupun kendaraan non-motorized. Rute-rute sirkulasi yang biasanya digunakan orang untuk melakukan pergerakan secara umum yakni, jalan, gang-gang utama, jalan transit, lintasan kereta api, saluran dan sebagainya. Path mempunyai identitas yang lebih baik kalau memeliki tujuan yang besar misalnya ke stasiun, tugu, alun-alun, dal lain-lain. 


2.            Edges
Edge merupakan pengakhiran dari sebuah district atau batasan sebuah district dengan yang lainya. Edge memiliki identitas yang lebih baik jika kontinuitas tampak jelas batasnya. Edge berada pada batas antara dua kawasan tertentu dan berfungsi sebagai pemutus linear, misalnya tembok, batasan antara lintasan kereta api, topografi, dan sebagainya. Edge lebih bersifat sebagai referensi daripada elemen sumbu yang bersifat koordinasi (linkage). Identitas edges akan terlihat Iebih baik jika kontinuitasnya tampak Jelas, demiklan pula kejelasan fungsi batasnya untuk membagi/menyatukan


3.            District
awasan-kawasan kota dalam skala dua dimensi yang mempunyai identitas yang lebih baik jika batasnya dibentuk dengan jelas tampilannya dan dapat dilihat homogen, serta sifat dan posisinya jelas (introver/ekstrover atau berdiri sendiri atau dikaitkan dengan yang lain). District dalam kota dapat dapat dilihat sebagai referensi interior maupun eksterior. Kawasan menpunyai identitas yang lebih baik jika batasnya dibentuk dengan jelas berdiri sendiri atau dikaitkan dengan yang lain.


4.            Nodes (Simpul)
Merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis dimana arah atau aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah kearah atau aktivitas lain. Selain itu, nodes merupakan impul atau lingkaran daerah strategis dimana arah atau aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah arah atau aktivitasnya misalnya persimpangan lalu lintas, stasiun, lapangan terbang, dan jembatan.Node memiliki sebuah identitas yang lebih baik jika kawasan tersebut memiliki bentuk yang jelas (lebih mudah diganti), serta tampilan berbeda dari lingkungan fungsi atau bentuk.


5.            Landmark
Merupakan titik referensi seperti elemen node, tetapi orang tidak masuk ke dalamnya karena bisa dilihat dari luar letaknya. Landmark adalah elemen penting dari bentuk kota karena membantu orang untuk mengorientasikan diri di dalam kota dan membantu orang mengenali suatu daerah. Landmark memiliki elemen eksternal dan merupakan bentuk visual yang menonjol dari kota, misalnya gunung atau bukit, gedung tinggi, menara, tanda tinggi, tempat ibadah, pohon tingi, dan sebagainya. Landmark juga mempunyai identitas yang lebih baik jika bentuknya jelas dan unik dalam suatu lingkungan, dan ada sekuens dari beberapa landmark (merasa nyaman dalam orientasi), serta ada perbedaan skala masing-masing.



2.4.                     Kriteria Perancangan Kota
2.4.1.    Kiteria Tak Terukur
Kriteria-kriteria terukur yang dimaksud adalah kriteria dasar Perancangan kota yang dapat diukur secara  kuantitatif,  yang  diperoleh  dari  pertimbangan-pertimbangan faktor fisik dasar, faktor ekonomi maupun faktor budaya. Kriteria  terukur ini dapat dibagi menjadi:  Kriteria lingkungan alami dan Kriteria Bentuk, Massa dan Intensitas bangunan (Shirvani, 1986, hal.133).  pertimbangan-pertimbangan secara kuantitatif pada kriteria terukur yaitu:
Va dan Vb    =  Kecepatan kendaraan A dan B.
t                   =  Waktu reaksi untuk mengerem kendaraan.

2.4.2. Kriteria Tak Terukur
Kriteria tak terukur adalah kriteria yang lebih menekankan pada aspek kualitatif di lapangan, karena menyangkut perasaan atau persepsi manusia yang melihatnya (penataan visual kawasan). Kriteria tak terukur ini dikemukakan oleh beberapa studi antara lain The Urban Design Plan of San Fransisco (1970), Urban System Research and Engineer Inc. (1977) dan Kevin Lynch (1981). Menurut Hamid Shirvani (1985: 57), kriteria tak terukur terdiri atas enam konsep, antara lain:
1.     Pencapaian (Access)
Merupakan pemberian keamanan, kenyamanan, kemudahan bagi para pengguna untuk mencapai tujuan dengan sarana dan prasarana transportasi yang mendukung kemudahan aksesbilitas yang direncanakan dan dirancang sesuai kebutuhan pengguna. Menurut Lynch, 1976 fasilitas yntuk aksesbilitas hendaknya dalam perencanaan dan perancangannya memperhatikan tatanan, letak, dimensi, dan sirkulasi.
2.     Kecocokan (Compatible)
Aspek-aspek yang berkaitan dengan kepadatan, lokasi, skala maupun bentuk masa bangunan.
3.     Pemandangan (view)
Merupakan aspek yang berkaitan dengan suatu kejelasan bentuk yang terkait dengan orientasi manusia terhadap bangunan. Nilai visual yang ditimbulkan pada view dapat diperoleh dari skala dan pola, besaran tinggi, dan tekstur. Selain itu, view tersebut juga dapat berupa landamark.
4.     Identitas (Identitiy)
Merupakan nilai yang dibuat atau dimunculkan oleh objek (bangunan/manusia) sehingga dapat ditangkap dan dikenali oleh indera manusia (Darmawan, 2003).
5.     Rasa (Sense)
Merupakan pemberian kesan atau suasana yang ditimbulkan. Sense terkadang merupakan simbol karakter dan berhubungan dengan aspek ragam gaya yang disampaikan oleh individu/kelompok bangunan atau kawasan (Lynch.K, 1976;Steele.F, 1981).
6.     Kenyamanan (Inability)
Merupakan rasa nyaman untuk tinggal atau beraktivitas pada suatu kawasan atau obyek.

2.10 Elemen Estetika
Elemen etetika yang dimaksud antara lain:
1.     Proporsi
Merupakan perbandingan bentuk bangunan denga ruang, selalusesuai untuk manusia. Perbandingan tersebut merupakan perbandingan antara panjang-lebar-tinggi massa bangunan, dan bergantung pada fungsi serta aktifitas.
2.    Sumbu
Garis yang terbentuk oleh dua buah titik dari dalam ruang dimana terdapat bentuk-bentuk dan ruang-ruang yang dapat disusun secara teratur maupun tidak teratur. Sumbu juga merupakan sebuah garis maya untuk mencapai suatu obyek atau kawasan yang bisa diakhiri dengan vocal point.
3.    Simetri
Merupakan suatu objek yang memiliki bentuk dan ukuran di kedua sisinya yang sama. Simetri terbagi menjadi dua bagian, antara lain
·         Simetri Bilateral
Susunan yang seimbang dari unsur-unsur atau bidang maupun massa bangunan yang sama terhadap sumbu yangsama
·         Simetri Radial
Susunan yang terdiri dari unsur-unsur yang sama dan seimbang terhadap dua sumbu atau lebih
4.    Hirarki
Merupakan penonjolan salah satu objek yang memiliki hirarki lebih tinggi dibandingkan dengan objek lain menurut besarnya, potongan atau penempatannya secara relatif terhadap bentuk-bentuk dan ruang-ruang lain pada suatu  kawasan. Hirarki biasanya ditunjukkan dengan ukuran luar biasa, wujud yang unik, dan lokasi atau penempatan yang strategis. Hirarki menunjukkan derajat kepentingan dari bentuk dan ruang serta peran-peran fungsional, formal dan simbolis. Hirarki dicapai dengan:
·         Ukuran luar biasa
Tampak dengan ukuran yang menyimpang dari unsur-unsur lain.
·         Wujud yang unik
Dengan membedakan bentuk wujud secara jelas dari unsur-unsur lain.
5.    Balance
Adanya rasa yang menyatakan terdapatnya keseimbangan dalam suatu kawasan. Perancangan yang proporsional dapat menciptakan kesan balance, misalnya persebaran bangunan atau aktivitas yang merata atau pengaturan penempatan antara bentuk-bentuk atau ruang-ruang yang serupa maupun tidak serupa agar dapat menimbuklkan kesan keseimbangan.
6.    Irama
Pengulangan garis, bentuk, wujud atau warna secara harmonis dan teratur agar sapat memberikan kesan tersendiri terhadap bangunan atau kawasan tersebut.
7.    Skala
Proporsi tertentu yang digunakan untuk menetapkan pengukuran bangunan dan dimensi-dimensi dengan memandang besaran dari unsur bangunan atau ruang terhadap bentuk-bentuk lain. Skala terbagi menjadi 2 bagian antara lain,
·         Skala umum
Unsur-unsur bangunan terhadap bentuk lain di dalam lingkupnya
·         Skala manusia
Digunakan sebagai acuan atau pedoman dalam menyeimbangkan kawasan perancangan

2.11         Analisis Tapak
Analisis tapak merupakan analisis yang digunakan dalam perancanagan kota yang bersifat baik fisik maupun non fisik, serta digunakan untuk merumuskan rencana tata ruang berdasarkan karakteristik aktifitas pengguna dan aktifitas ruang. Analisis tapak daam perancangan suatu kawasan terdiri dari:
1.     Analisis Tautan Wilayah
Analisis tautan wilayah berfungsi untuk melihat hubungan atau keterkaitan kawasan yang satu dengan kawasan yang lainnya pada site sehingga dapat mengetahui keberadaan site tersebut.
2.    Analisis Lingkungan
Analisis lingkungan berfungsi untuk mengetahui perkembangan kondisi fisik baik yang berupa biotik maupun abiotik yang ada pada kawasan perencanaan.
3.    Analisis Topografi
Analisis topografi berfungsi untuk mengetahui besar dari kelerengan ataupun ketinggian pada suatu kawasan perencanaan yang nantinya juga berguna untuk menentukkan fungsi kawasan dengan peletakkan daerah yang akan dibangun.
4.    Analisis Aksesbilitas
Analisis aksesbilitas berfungsi untuk mengetahui akses keluar maupun masuk pada kawasan perencanaan ataupun sebagai penghubung antara kawasan perencanaan dengan kawasan yang lainnya.
5.    Analisis View to Site dan From Site
Analisis view ini berfungsi untuk mengetahui cara melakukan pengamatan pada kawasan perencanaan dari sisi pengamat (view to site) ataupun untuk memeberi pandangan dari luar kawasan perencanaan (from site)
6.    Analisis Kebisingan
Analisis kebisingan berfungsi untuk mengetahui seberapa besar intensitas suara yang sesuai dengan batas yang ditentukkan dan disesuaian dengan fungsi kawasan untuk tingkat kebisingannya
7.    Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi berfungsi untuk mengetahui kesesuaian jenis tanaman yang dapat dikembangkan pada kawasan perencanaan sebagai pendukung seperti contohnya tanaman mangrove yang ditanam pada kawasan pesisir guna mengurangi abrasi yang yang ada.

2.12       Urban Design Guideline (UDGL)
Urban Design Guideline (UDGL) atau yang sering dikenal demgan Panduan Perancangan Perkotaan merupakan suatu perangkat pengaturan yang berupa panduan atau arahan desain tata bangunan beserta lingkungannya pada suatu kawasan perencanaan. UDGL memberikan pengertian operasional yang jelas dan spesifik mengenai prinsip-prinsip bentukan fisik pada kawasan tertentu yang dapat dibuat. Urban Design Guidelines adalah salah satu bentuk produk dari rancang kota (Shirvani, 1985:147). Shirvani juga menjelaskan komponen-komponen yang diatur dalam Panduan Rancang Kota (Shirvani, 1985:11) :

1.     Rencana peruntukan lahan
2.     Ukuran lahan
3.     Jenis bangunan
4.     Orientasi bangunan
5.     Gubahan massa
6.     Fasade
7.     Jumlah tiap jenis bangunan
8.     Besaran bangunan
9.     Luas tiap bangunan
10.   Bentuk bangunan
11.    Bahan bangunan
12.   Signage
13.   Ruang terbuka hijau
14.   GSB, KDB, KLB
15.   Koefisien tapak bangunan
16.   Rencana tapak
17.   Warna bangunan
18.   Rencana Pergerakan

UDGL setidaknya harus memiliki tujuan dan sasaran yang jelas, memuat issue terkait baik secara makro maupun mikro dan bersifat aplikatif (Shirvani, 1985:152). Program ini disusun untuk jangka waktu tertentu (5-10 tahun), mencakup macam, jumlah, besaran dan luasan. Termasuk penetapan fungsi-fungsi bangunan, kebutuhan ruang terbuka, fasilitas umum dan fasilitas sosial.
UDGL di Indonesia dikenal sebagai Panduan Rancang Kota (PRK) atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
Pola-pola penanganan penataan bangunan ini dapat dilakukan pada :
1.    Lingkungan yang telah terbangun, dalam rangka pembangunan parsial, peremajaan, pembangunan kembali, revitalisasi atau regenerasi suatu lingkungan.
2.   Lingkungan bangunan yang dilestarikan.
3.   Pembangunan lingkungan yang potensial berkembang.
4.   Campuran dari ketiga pola di atas.



1 komentar:

  1. thanks gan
    ini sangat membantu dalam penyusunan skripsi saya

    BalasHapus

 

Blogger news

Blogroll

About