1.1. Teori Sustainable Coastal Tourism
Dalam mengembangkan pariwisata bahari pada suatu
wilayah, terdapat suatu konsep yang disebut sebagai Sustainable Coastal Tourism. Konsep tersebut membawa pengaruh yang
signifikan terhadap perkembangan atau kondisi pariwisata bahari pada masa yang
akan datang. Definisi Sustainable Coastal Tourism juga dapat diartikan sebagai
pengembangan pariwisata bahari berkelanjutan. Menurut World
Tourism Organization (WTO), pariwisata adalah kegiatan seseorang yang
bepergian ke atau tinggal di suatu tempat di luar lingkungannya yang biasa
dalam waktu tidak lebih dari satu tahun secara terus menerus, untuk kesenangan,
bisnis ataupun tujuan lainnya (Sumber: www.ocean.si.edu), Sementara menurut MacIntosh
and Goeldner (1986):
Pariwisata bisa didefinisikan sebagai semua fenomena dan keterkaitan yang
muncul karena interaksi wisatawan, bisnis penyedia jasa, pemerintah dan
komunitas setempat, dalam proses mendatangkan wisatawan atau pengunjung. Selain itu, menurut UU
Nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan, wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan
rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata
yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Untuk mendukung perencanaan pengembangan
pariwisata bahari diperlukan pencarian data sebagai tahap awal dalam analisis
perencanaan pariwisata diperlukan komponen-komponen pariwisata.
Komponen-komponen wisata dapat dikelompokkan sebagai berikut (Sumber: www.file.upi.id)
:
- Akomodasi, akomodasi yang dimakasud adalah berbagai jenis fasilitas yang menunjang wisata bahari tersebut, seperti hal-nya hotel ataupun fasilitas lain yang berhubungan dengan pelayanan. Akomodasi sangat berpengaruh terhadapa seberapa besar pariwisata diminati oleh para wisatawan yang berkunjung pada tempat wisata tersebut.
- Fasilitas dan pelayanan transportasi, yang meliputi transportasi yang digunakan untuk menuju kawasan wisata dengan memberikan fasilitas serta pelayanan transportasi yang terkait dengan kemudahan aksesbilitas dari dan menuju tempat wisata bahari itu sendiri.
- Infrastruktur, yang meliputi penyediaan listrik, air bersih, jaringan telekomunikasi, dan lain sebagainya.
- Elemen kelembagaan, yang diperlukan untuk membangun dan mengelola kegiatan wisata. Elemen tersebut menunjukkan kerjasama antara pihak pemerinta, swasta maupun masyarakat dalam membangun tempat wisata agar dpaat mendukung perkembangan perekonomian wilayah dan sekitarnya.
Rencana
pengembangan kawasan bahari harus dikaitkan dengan berbagai kepentingan yang
mendasar, yaitu pemberdayaan masyarakat pesisir. Masyarakat pesisir adalah
masyarakat yang memiliki banyak pengetahuan tentang kondisi obyektif
wilayahnya, oleh Karena itu dalam pengembangan kawasan wisata bahari,
senantiasa hendaknya di mulai pendekatan terhadap masyarakat setempat sebagai
suatu model pendekatan perencanaan partisipatif yang menempatkan masyarakat
pesisir memungkinkan saling berbagi, meningkatkan dan menganalisa pengetahuan
mereka tentang bahari dan kehidupan pesisir, membuat rencana dan bertindak.
2.1.1.
Konsep Sustainable
Coastal Tourism
Masyarakat
pesisir adalah masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupannya di
sepanjang hari dengan kehidupan yang dihasilkan oleh laut. Laut adalah tempat
dimana mereka mengelola kehidupannya, mengembangkan kreativitas dan inovasi
untuk mengoptimalkan potensi kelautan sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari mereka dalam berperan serta baik dalam konservasi lingkungan, pemanfaatan
lingkungan dan pengelolaan lingkungan. Pemanfaatan secara optimal terhadap
potensi kelautan, tidak berarti melupakan faktor yang sangat penting bagi nilai
pengembangan kawasan wisata bahari yang berkelanjutan, yaitu upaya perbaikan
terhadap kawasan yang rusak dan
keanekaragaman potensinya telah berkurang. Pengembangan kawasan wisata
bahari adalah satu bentuk pengelolaan kawasan wisata yang berupaya untuk memberikan
manfaat terutama bagi upaya perlindungan dan pelestarian serta pemanfaatan
potensi dan jasa lingkungan.
Konsep wisata bahari juga di dasarkan pada view, keunikan alam,
karakteristik ekosistem, kekhasan seni budaya dan karaktersitik masyarakat sebagai
kekuatan dasar yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Konsep
pariwisata berkelanjutan juga
memperhatikan kebutuhan saat ini dengan mempertimbangkan kebutuhan (hidup)
generasi penerus di waktu yang akan datang. Konsep suistainable coastal tourism juga didasarkan
pada bentuk pengembangan ekonomi yang dirancang untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat lokal, memberikan image yang
positif bagi wisatawan, pemeliharaan kualitas lingkungan hidup yang tergantung
dari sikap masyarakat lokal dan wisatawan. Konsep tersebut juga mengacu
pada penggunaan secara maksimal dari suatu daya tarik wisata tanpa
mengakibatkan kerusakan sumber-sumber yang ada, yang dapat mengurangi kepuasan
turis atau menambah masalah sosial dan ekonomi bagi masyarakat lokal. Oleh sebab itu, lingkungan
yang ada harus dijaga baik dikarenakan Daya dukung (carring
capacity) adalah kunci bagi pengembangan kepariwisataanyang dapat bertahan lama (sustainable tourism). Selain itu, konsep tersebut juga berkaitan
dengan hubungan antara pariwisata dan lingkungan harus dikelola dengan baik agar
lingkungan hidup dapat bertahan untuk jangka panjang dan kegiatan pariwisata
tidak boleh membawa dampak yang tidak diharapkan.
2.2.Kawasan
Pesisir
Kawasan pesisir menurut Undang – Undang No.27 Tahun 2007 Tentang
Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil sebagai daerah peralihan
antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di
laut.
Kawasan pesisir memiliki interaksi kuat antara daratan dan lautan,
termasuk di dalamnya adalah pantai, rawa pesisir, mangrove dan terumbu karang atau bagian lainnya bisa jadi lebih
jauh dari pesisir terdekat (inland or out
to sea) tetapi mereka tetap memainkan peranan penting dalam pembentukan
kawasan pesisir. Sungai yang membawa air dan sedimentasi pada lingkungan
pesisir merupakan salah satu bagian yang penting dalam kawasan pesisir. Oleh
karena itu, kawasan pesisir dapat dianggap sebagai wilayah yang menggambarkan
koneksi antara daratan dan lautan, dan wilayah.
Kawasan pesisir mencakup lahan yang berinteraksi dengan lautan dalam
beberapa cara, dan ruang laut yang berinteraksi dengan daratan. Dengan demikian
kawasan pesisir:
a. Mencakup komponen lahan dan laut;
b. memiliki batasan antara daratan dan lautan yang ditentukan oleh tingkat
pengaruh dari lahan terhadap lautan, lautan terhadap lautan dan lautan terhadap
daratan; dan
c. tidak seragam lebar, kedalaman dan tingginya.
Dalam arti sempit, kawasan pesisir merupakan
pertemuan antara daratan-lautan dalam jarak beberapa meter ke beberapa
kilometer, atau dengan kata lain diperpanjang dari hilir menuju pesisir hingga
batas yuridiksi nasional.
Wilayah pesisir jika diartikan dengan sudut pandang
hukum paling tidak harus memiliki definisi jarak yang tetap, biasanya batasan
dari variabel jarak didefinisikan dari beberapa perbandingan wilayah pesisir,
biasanya dari pasang laut tertinggi. Tetapi, batasan mereka belum tetapp,
tetapi bervariasi sepanjang pantai sesuai dengan beberapa variabel seperti:
· Fitur fisik, seperti batas daratan dari bukit pasir Holosen, atau batas
laut kapal selam;
· Fitur biologis, seperti batas darat dari vegetasi pantai atau batas laut
dari terumbu karang.
· Batas administratif, seperti batas darat dari kotamadya setempat yang
berhadapan dengan laut atau berada di dekat laut.
Kawasan mangrove merupakan kawasan yang terletak pada
daerah pesisir yang memiliki fungsiutama
untuk lokasi pengembangan dan pembangunan kawasan daratan. (sumber: www.freewebs.com).
Pada kawasan ini terdapat karakteristik yang unik seperti hutan mangrove,
terumbu karang dan estuaria yang
ekosistemnya berhadapan secara langsung dengan hempusan ombak dan bahaya
abrasi pantai. Sebagai sumberdaya alam yang terdapat
di kawasan pesisir, hutan mangrove mempunyai fungsi strategis sebagai produsen
primer yang mampu menopang dan menstabilkan ekosistem darat maupun perairan di
sekitarnya. Secara ekologis, hutan manrgrove juga berperan dalam menstabilkan
wilayah pantai, karena sistem perakarannya mampu sebagai perangkap substrat
lumpur.
2.2.Pengertian
Mangrove
Hutan
mangrove adalah suatu formasi hutan yang dipengaruhi pasang surut air laut,
dengan keadaan tanah yang anaerobik. Walaupun keberadaan hutan itu tidak
tergantung pada iklim, tetapi umumnya hutan mangrove tumbuh dengan baik
didaerah pesisir yang terlindung, seperti delta dan estuaria (LH, DEPHUT, LIPI,
DEPDAGRI dan Yayasan Mangrove 1993). Mangrove adalah pohon atau perdu yang
tumbuh dipantai diantara batas-batas permukaan air pasang tertinggi dan sedikit
diatas rata-rata permukaan air laut (Hardjosentono, 1978), selanjutnya
Direktorat Jenderal Kehutanan mendefinisikan hutan mangrove lebih spesifik
lagi, yaitu tumbuhan yang berkembang di daerah tropika dan subtropika pantai
diantara batas-batas permukaan air pasang dan sedikit diatas rata-rata dari
permukaan air laut (Direktorat Jenderal Kehutanan Departemen Pertanian, 1982).
Karena hutan mangrove atau bakau digenangi oleh air payau, maka dulu disebut
hutan bakau (Soerianegara, 1993) adalah merupakan sebutan umum yang digunakan
untuk menggambarkan suatu varietas komonitas pantai tropik yang didominasi oleh
beberapa pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk
tumbuh dalam perairan asin.
2.3.1. Ekosistem Mangrove
Ekosistem
Mangrove merupakan ekosistem utama penyusun ekosistem wilayah pesisir. Hutan
mangrove adalah formasi tumbuhan litural yang kerakteristik terdapat didaerah
tropika dan sub tropika , terhampar disepanjang pesisir (Manan, 1986). Menurut
Nybakken (1988), sebutan mangrove atau bakau ditujukan untuk semua individu
tumbuhan, sedangkan mangal ditujukan bagi seluruh komunitas atau asosiasi yang
didominasi oleh tumbuhan ini.
2.3.2. Manfaat dan Fungsi Hutan Mangrove
Hutan
mangrove merupakan sumberdaya alam daerah tropis yang mempunyai manfaat ganda
dengan pengaruh luas ditinjau dari aspek sosial, ekonomi dan
ekologi. Besarnya peranan hutan mangrove atau ekosistem hutan mangrove bagi
kehidupan dapat diketahui dari banyaknya jenis hewan , baik yang hidup
diperairan , diatas lahan maupun ditajuk-tajuk pohon mangrove serta manusia
yang bergantung pada hutan mangrove (Naamin, 1991). Para ahli berpendapat bahwa
hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dengan fungsi bermacam-macam,
yaitu : fungsi fisik, fungsi biologi dan fungsi ekonomi atau produksi (Naamin,
1991). Fungsi fisik darihutan mangrove atau ekosistem mangrove , yaitu :
menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dan tebing sungai,
mencegah terjadinya erosi pantai serta sebagai perangkap zat-zat pencemar dan
limbah. Fungsi biologi dari hutan atau ekosistem mangrove, yaitu sebagai daerah
pasca larva dan yuwana jenis-jenis tertentu dari ikan, udang dan bangsa
krustecea lainnya serta menjadi tempat bersarangnya burung-burung dan menjadi
habitat alami berbagai jenis biota. White (1985) dalam Naamin (1991).
menyatakan bahwa ekosistem mangrove memiliki produktivitas yang tinggi.
Fungsi
ekonomi atau produksi dari ekosistem hutan mangrove seperti yang telah dicatat
oleh Saengar et al, (1983) dalam Naamin (1991) ada 67 macam produk yang dapat
dihasilkan dan sebagian besar telah dimanfaatkan oleh masyarakat. Hamilton dan
Snedaker (1984) dalam Naamin (1991) mengelompokan menjadi bahan yang dapat
dimanfaatkan secara langsung dan yang tidak secara langsung . Pemanfaatan
mangrove secara langsung, meliputi : bahan bakar (kayu bakar, arang, alkoho);
bahan bangunan (kayu bangunan , tiang-tiang, pagu-pagu, pagar) alat penangkap
ikan (tiang sero, bubu, pelampung, tannin untuk penyamak);
tekstil dan kulit (rayon, bahan untuk pakaian, tanin untuk menyamak kulit);
makanan , minuman dan obat-obatan ; produk kertas; bahan untuk membuat
alat-alat rumah tangga; bahan untuk kegiatan pertanian (pupuk) ; lainnya(bok
untuk pengepakan). Sedangkan untuk pemanfaatan tidak langsung , yang oleh
Saengar et al, (1983) dalam Naamin (1991) dinyatakan sebagai sumber daya alam .
Pemanfaatan tidak langsung meliputi : ikan , udang, molluska, lebah madu,
burung, mamalia, reptil dan fauna lainnya (amphibi dan insekta).
2.4.
Wisata Edukasi
Pengertian pariwisata berdasarkan
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang
kepariwisataan, bahwa pariwisata adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan perjalanan yang dilakukan
secara sukarela, serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata termasuk
pengusahaan objek dan daya tarik wisata tersebut. Sedangkan edukasi secara Etimologis, edukasi
berasal dari kata latin yaitu educare yang artinya “memunculkan”, “membawa”,
“melahirkan” Dalam pengertian secara luas edukasi adalah setiap tindakan atau
pengalaman yang memiliki efek formatif pada karakter, pikiran atau kemampuan fisik dalam individu.
Wisata edukasi adalah segala sesuatu yang berhubungan tindakan atau pengalaman yang
memiliki efek formatif pada karakter, pikiran atau kemampuan fisik dalam individu. Edu-Tourisim atau wisata edukasi dimaksudkan sebagai
suatu program dimana pengunjung dalam kegiatan wisata khususnya anak-anak
tersebut melakukan perjalanan wisata pada kawasan wisata dengan tujuan utama
mendapatkan pengalaman belajar secara langsung yang terkait dengan kawasan
wisata yang dikunjungi.
Oleh sebab itu,
wisata edukasi sangat penting dalam kegiatan pariwisata karena pengunjung tidak
hanya dapat menikmati kawasan tersebut, melainkan juga dapat menambah ilmu
pengetahuan tentang suatu hal yang baru yang terdapat pada kawasan wisata
mangrove tersebut.
Penerapan konsep wisata edukasi
merupakan sebuah konsep yang multidimensi dan multidisiplin, sehingga perlu
persiapan yang matang dan pengawasan yang ketat terhadap penerapan konsep agar
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Penegasan peran pemerintah dan peran
masyarakat sangat diperlukan, selain itu diperlukan juga kerjasama denga pihak
pengusaha mengingat dana yang dibutuhkan dalam penerapan wisata edukasi
mangrove cukup besar dan perlu melibatkan banyak stakeholder terkait.
Adanya
wisata edukasi mangrove tersebut memiliki tujuan untuk mengkonservasi
lingkungan, melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat.
Keunikan mangrove menjadi daya tarik tersendiri untuk dijadikan sebuah lokasi
wisata. Kawasan mangrove sebagai wisata mempunyai konsep atau tatanan
tempat yang layak dijadikan sebagai wisata edukasi dikarenakan:
- Dapat
memberikan suatu wawasan dan pemahaman tentang arti pentingnya upaya
pelestarian alam sebagai suatu aset ekosistem hutan mangrove sekaligus perairan
yang unik yang dapat dikembangkan sebagai wisata alam yang menarik sehingga
dapat memberi pengaruh positif bagi semua pihak
- Tatanan mangrove dengan adanya jembatan-jembatan kayu di sepanjang hutan mangrove
merupakan salah satu tujuan agar pengunjung bisa mengenal lebih dekat dengan
alam
- Keanekaragaman flora dan fauna
pada kawasan mangrove merupakan potensi yang dapat dijadikan sebuah wisata
edukasi dengan melihat karakteristik anatomi flora fauna yang ada.
Pemanfaatan potensi
kawasan mangrove sebagai wisata edukasi menjadi sebuah alternatif dalam usaha
konservasi ekosistem mangrove karena berfokus pada keutuhan wilayah alam dan
pemeliharaan kondisi alam itu sendiri. Mewujudkan wisata edukasi mangrove
harus mempertimbangkan aspek fisik dan nonfisik yang mempengaruhinya.
Kelestarian hutan mangrove tidak hanya ditekankan pada keuntungan ekonomi
semata, melainkan juga diperlukan sistem zonasi yang jelas untuk mewujudkan
hutan mangrove sebagai wisata edukasi. Konsep wisata edukasi juga melihat
Rencana Tata Ruang yang ada, sistem tata guna lahan disekitar kawasan ini serta
peran stakeholder terkait menjadi salah satu aspek penting mewujudkan konsep
wisata edukasi yang berkelanjutan. Wisata edukasi yang dilakukan pada kawasan
mangrove salah satunya dengan cara melaksanakan event, kelas dilapangan dan
penanaman partisipasif bagi kalangan sekolah, universitas dan masyarakat umum
yang ingin mengetahui lebih jauh tentang mangrove.
2.5. Best practice Konsep Wisata Edukasi
Best practice yang diambil untuk kawasan mangrove di Desa Surodadi adalah Mangrove Information Center atau dikenal
dengan nama Pusat
Informasi Mangrove (Mangrove Information Center) berada
di
Bali Selatan. Lokasi kawasan mangrove tersebut di bypass Ngurah Rai, kalau dari arah Sanur/ Timur, sekitar 100 meter
patung Dewa Ruci (simpang siur) sebelah kiri.
Wisata mangrove di Bali ini berbasiskan pada pemberdayaan
atau budi daya mangrove. Wisata disini menyajikan tracking mangrove dimana wisatawan dapat menelusuri hutan mangrove
hanya dengan berjalan kaki melalui jembatan-jembatan kayu di sepanjang hutan
mangrove. Tidak hanya pemandangan mangrove yang akan terlihat selama menelusiri
jembatan ini, wisatwan juga dapat melihat spesies-spesies lain seperti
burung-burung dan berbagai tanaman lainnya. Wisata mangrove ini sudah banyak
menyerap wisatawan asing maupun wisatawan lokal. Promosi yang dilakukan pun
sangat gencar melalui iklan-iklan tour yang ada di website
Perancangan kawasan mangrove yang
ada pada Desa Surodadi akan dirancang tidak jauh beda dengan kawasan mangrove
yang terletak di Bali. Pada dasarnya penetapan konsep wisata
edukasi mangrove di kawasan Desa Surodadi ini nantinya akan dibuat adanya jembatan-jembatan kayu di sepanjang hutan mangrove
yang merupakan salah satu tujuan agar pengunjung bisa mengenal lebih dekat
dengan alam. Selain jembatan, untuk mengelilingi kawasan mangrove juga disediakan
perahu khusus yang ramah lingkungan, sehingga berkelilingpun tidak
diperkenankan menggunakan kendaraan bermotor. Pemandangan
seluruh hutan mangrove juga bisa dinikmati melalui tower yang ada di
tengah-tengah hutan.
Best practice yang kedua untuk kawasan mangrove di Desa Surodadi
adalah Wisata Anyar
Mangrove di Surabaya. Wisata Anyar Mangrove adalah objek wisata mangrove di
Surabaya, tepatnya berada di sisi timur kota surabaya, tepatnya di Wonorejo
kecamatan rungkut Surabaya. Hutan mangrove di Surabaya adalah salah satu
potensi konservasi alam yang dapat dikembangkan sebagai objek wisata di Kota Surabaya.
Berkembang dari keinginan untuk menyelamatkan kawasan ini dari kerusakan
abrasi, dengan swadaya masyarakat kawasan tersebut telah berhasil disulap
menjadi sebuah kawasna wisata alam di Surabaya.
Hutan
mangrove yang membentang luas ini dihuni oleh 147 spesies burung. Ada 12
spesies diantara keseluruhan yang merupakan jenis hewan dilindungi. Berberapa
jenis burung yang kerap terlihat adalah burung air seperti kuntul perak, kowak
malam, mandar padi, pecuk hitam, dan mandar batu. Diketahui 44 diantaranya
merupakan jenis burung igran yang singgah dan tidak menetap. Burung migran ini
kebanyakan berasal dari Australia dan menuju Eropa. Pengunjung dapat menulusuri
kawasan mangrove dengan menggunakan perahu motor atau dengan berjalan kaki
menulusuri jembatan-jembatan kayu. Adanya spesies yang beragam membuat kawasan
mangrove memiliki kesan nyaman dan sejuk.
Adanya keanekaragaman spesies pada kawasan mangrove tersebut menimbulkan
potensi yang dapat dijadikan sebuah wisata edukasi dengan melihat karakteristik
anatomi flora maupun fauna yang ada pada kawasan mangrove.
Adanya
perancangan mangrove yang dilakukan di Desa Surodadi sama dengan perancangan
mangrove yang ada di Surabaya yaitu dikarenakan adanya abrasi. Perancangan
kawasan mangrove edukasi yang terletak di Desa Surodadi akan dirancang dengan
menanam tanaman mangrove dan memelihara fauna pada kawasan tersbut dapat
berfungsi untuk rekreasi maupun edukasi bagi pengunjung. Adanya
flora dan fauna yang ada pada kawasan mangrove di Desa Surodadi, kawasan
mangrove tersebut dirancang dengan adanya jembatan-jembatan kayu yang berfungsi
agar pengunjung dapat mengenali flora maupun fauna yang ada pada kawasan
tersebut.
Best practice yang ketiga untuk kawasan mangrove di Desa Surodadi adalah Kawasan
Mangrove yang ada Taman Sundarbans di India. Penanaman
mangrove di Taman Sundarbans dilakukan dengan pendampingan khusus guna mencegah
penanaman yang tidak sesuai dengan zonasi yang telah ditetapkan yang nantinya
akan mengakibatkan rusaknya ekosistem yang ada. Selain itu,
pada kawasan mangrove di Taman Sundarbans juga terdapat zona-zona perlindungan
dan lokasi penelitian yang direncanakan sedemikian rupa sehingga kegiatan
wisata tidak mengganggu habitat biota yang ada. Pengunjung
juga dapat ikut serta dalam beberapa penelitian yang dilakukan di lapangan,
akan tetapi setiap wisatawan yang berkunjung harus memiliki izin yang
dikeluarkan langsung oleh pihak Dinas kehutanan. Kawasan mangrove tersebut
nantinya akan dilengkapi dengan sarana
dan prasarana dengan zonasi kawasan yang jelas dan tertata rapi. Lokasi kawasan wisata tersebut juga dilengkapi dengan fasilitas wisata kuliner,
toko souvenir dan fasilitas pendukung lain yang dapat dijadikan lahan bagi
masyarakat untuk memperoleh pendapatan.
Perancangan
yang akan dilakukan pada Desa Surodadi tidak jauh beda dengan perancangan yang
ada di Taman Sundarbans di India. Pada dasarnya penetapan konsep wisata edukasi
mangrove di kawasan Desa Surodadi ini nantinya akan dilengkapi dengan
sistem kelembagaan yang jelas
serta dilengkapi
dengan detail tugas masing-masing lembaga. Kawasan mangrove di Desa Surodadi
akan dibuat zona-zona yang sesuai dengan konsep wisata edukasi. Zona-zona yang
ada perancangan kawasan mangrove Desa Surodadi diantaranya adanya
auditorium mangrove, zona perlindungan dan penelitian mangrove, dan lain
sebagainya.
Pengunjung kawasan edukasi mangrove juga dapat ikut serta dalam melakukan
penanaman mangrove ataupun dalam penelitian mangrove. Kawasan wisata edukasi
mangrove di Surodadi juga dilengkapi dengan adanya sarana dan prasarana yang
mendukung, seerta dilengkapi dengan fasilitas pendukung lains seperti toko
souvenir, floating market, warung atau restoran, dan lain sebagainya. Adanya
keberadaan fasilitas-fasilitas tersebut nantinya
akan mempermudah promosi lokasi wisata dengan sebuah konsep paket wisata
lengkap ketika mengunjunginya. Selain itu, Perancangan konsep kawasan wisata
edukasi tidak hanya memperhatikan
kondisi fisik kawasan saja, melainkan juga memperhatikan pola masyarakat yang
tinggal di sekitar kawasan mangrove yang terletak di Desa Surodadi. Pada
dasarnya pentingnya penekanan partisipatif masyarakat sangat diperlukan, dimana
masyarakat tidak melakukan pemeliharaan hanya dengan tujuan ekonomi melainkan
diimbangi dengan tujuan ekologis demi keberlangsungan mangrove.
2.4.
Perancangan Kota
Perancangan Kota pada hakekatnya merupakan
proses perwujudan ruang kota yang ditujukan untuk menghasilkan arahan
perancangan fisik dari perkembangan kota, konservasi dan perubahan. Perancangan
kota juga berkaitan dengan pertimbangan Landscape
lebih dari [ada banguannya, preservasi, dan pembangunan baru perdesaan yang
perkembangannya dipengaruhi kota, rencana lokal, renovasi kota oleh pemerintah
serta kepentingan lokal (Barnet, 1982:12)
2.5.
Elemen Perancangan Kota
Dalam setiap perancangan kota harus memperhatikan
elemen-elemen yang ada sehingga nantinya kota tersebut akan mempunyai
karakteristik yang jelas. Menurut
Hamid Shirvani elemen perancangan kota ada 8 (delapan), yaitu sebagai berikut:
2.7.1 Penggunaan Lahan (Land Use)
Adalah rancangan dua dimensi berupa denah
peruntukan lahan sebuah kota. Ruang-ruang tiga dimensi (bangunan) akan dibangun
di tempat-tempat sesuai dengan fungsi bangunan tersebut. pada prinsipnya,
pengertian tata guna lahan adalah oengaturan penggunaan lahan untuk menentukan
pilihan yang terbaik dalam mengalokasikan fungsi tertentu, sehingga dapat
memberikan gambaran keseluruhan bagaimana daerah-daerah pada suatu kawasan
tersebut seharusnya berfungsi. Kebijaksanaan tata guna lahan juga membentuk
hubungan antara sirkulasi atau parkir dan kepadatan aktivitas atau pengguna
individual. Penggunaan lahan memiliki keterkaitan atau hubungan antarfungsi
kawasan (Shirvani, 1985) :
·
Daya
tampung maksimal lahan
·
Skala
pembangunan baru
·
Tipe
insentif pembangunan yang sesuai
2.7.2 Bentuk dan Massa Bangunan
(Building Form and Massing)
Bentuk dan massa bangunan atau Building Form and Massing membahas
tentang bagaimana bentuk dan massa-massa bangunan yang ada dapat membentuk
suatu kawasan. Pada penataan suatu kawasan, bentuk dan hubungan antar massa
seperti ketinggian bangunan, jarak antar bangunan, bentuk bangunan, dan lain
sebagainya harus diperhatikan, sehingga ruang yang terbentuk menjadi teratur,
mempunyai garis langit horizon (skyline) yang dinamis. Building form and massing (bentuk dan masa bangunan), meliputi
kualitas yang berkaitan dengan penampilan bangunan, sebagai berikut:
a.
Koefisien
Dasar Bangunan (Building Coverage)
Koefisien
dasra bangunan adalah prosentase antara jumlah luas seluruh lantai dasar
bangunan gedung dan luas lahan, tanah perpetakan, daeah perencanaan yang
dikuasaiyang sesuai denga rencana tata ruang bangunan dan lingkungan.
b.
Koefisien
Lantai Bangunan (KLB)
Koefisien
lantai bangunan adalah angka prosentase perbandingan antara luas seluruh lantai
bangunan gedung dengan luas tanah atau daerah perencanaan yang dikuasia sesuai
rencana tata ruang bangunan dan tata lingkungan.
c.
Skala
Proporsi tertentu
yang digunakan untuk menetapkan pengukuran bangunan dan dimensi-dimensi dengan
memandang besaran dari unsur bangunan atau ruang terhadap bentuk-bentuk lain.
Skala terbagi menjadi 2 bagian antara lain,
·
Skala
umum
Unsur-unsur bangunan
terhadap bentuk lain di dalam lingkupnya
·
Skala
manusia
Digunakan sebagai
acuan atau pedoman dalam menyeimbangkan kawasan perancangan
d.
Garis
Sepadan Bangunan
Garis sepadan bangunan merupakan jarak bangunan terhadap
jalan.
e.
Tekstur
Tekstur adalah
kualitas yang dapat dilihat dan dirabah yang ada pada permukaan dalam ukuran,
proporsi, bentuk pada bagian benda. Tekstur juga berfungsi untuk menentukkan
sampai dimana permukaan melakukan
pemantulan atau penyerapan cahaya yang datang.
f.
Warna
Warna merupakan
suatu fenomena yang diakibatkan dari pencahayaan dan persepsi visual yang
berguna untuk menjelaskan persepsi individu dalam corak intesitas dan nada.
2.7.3 Sirkulasi dan
Parkir
Sirkulasi dan parkir
merupakan sistem pergerakan dan elemen utama yang memberi bentuk lingkungan
kota. Hal tersebut dikarenakan sistem pergerakan dapat mengendalikan pola
aktivitas kota dan membentuk arah melaluli sistem jaringan jalan, jalur pejalan
kaki, dan sistem pemberhentian atau transit. Sirkulasi adalah elemen
perancangan kota yang secara langsung dapat membentuk dan mengkintrol pola
kegiatan suatu kawasan, sebagaimana hal-nya dengan keberadaan sistem
transportasi dari jalan public, pedestrian way, dan tempat-tempat transit yang
berhubungan akan membentik pergerakan (suatu kegiatan).
Selain itu,
sirkulasi juga dapat membentuk karakter suatu daerah, tempat aktivitas dan lain
sebagainya. Sementara itu, tempat parkir mempunyai pengaruh langsung pada suatu
lingkungan yang ada pada suatu kegiatan. Sirkulasi di dalam kota merupakan
salah satu alat yang paling kuat untuk menstrukturkan lingkungan perkotaan
karena dapat membentuk, mengarahkan, dan mengendalikan pola aktivitas dalam
suatu kota.
2.7.4
Ruang Terbuka (Open Space)
Dalam perencanaan
open space akan senantiasa terkait dengan perabit taman atau jalan. Ruang terbuka
bisa berupa taman. Perabot taman bisa berupa lampu, tempat sampah, papan nama,
bangku taman, air mancur dan lain sebagainya.
2.7.5
Area Pedestrian (Pedestrian Ways)
Jalur pejalan kaki
terutama yang ada kawasan pusat kota sangat penting dikarenakan untuk mendukung
kelangsungan aktivitas kawasan dan sebagai penunjang keindahan. Elemen pejalan
kaki harus dibantu dengan interaksinya pada elemen-elemen dasar dan harus
berkaitan dengan lingkungan suatu kawasan serta kegiatan-kegiatan yang ada
sesuai dengan perubahan atau pembangunan fisik suatu kawasan.
2.7.6 Aktivitas
Pendukung
Aktivitas
pendukung adalah semua fungsi bangunan dan kegiatan-kegiatan yang mendukung
pada suatu kawasan. Bentuk, lokasi, dan karakter suatu kawasan yang memiliki
ciri khusus akan berpengaruh terhadap fungsi, penggunaan lahan dan kegiatan
pendukungnya. Aktivitas pendukung tidak hanya menyediakan jalan pedestrian
tetapi juga mempertimbangkan fungsi utama dan penggunaan lahan elemen-elemen
kita yang dapat menggerakan aktivitas. Aktivitas pendukung meliputi segala
fungsi aktivitas yang memperkuat ruang terbuka umum, karena aktivitas dan ruang
fisik saling melengkapi satu sama lain. Pendukung aktivitas tidak hanya berupa
sarana pendukung jalur pejalan kaki atau plaza pertimbangan guna lahan dan
fungsi elemen yang dapat mebangkitkan aktivitas seperti pusat perbelanjaan,
taman rekreasi, alun-alun, dan sebagainya.
2.7.7 Papan Iklan (Signage)
Penandaan
yang dimaksud adalah petunjuk arah jalan, rambu lalu lintas, media iklan, dan
berbagai bentuk penandaan lain. Keberadaan penandaan akan sangat mempengaruhi
visualisasi suatu kawasan.
2.7.8 Konservasi (Preservation)
Preservasi dalam
perancangan kota adalah perlindungan terhadap lingkungan tempat tinggal
(permukiman) dan urban places yang
ada dan mempunyai ciri khas. Upaya pelestarian
harus melindungi kelestarian lingkungan yang telah ada dan ruang-ruang kawasan
yang sudah terbentuk seperti bangunan bersejarah.
2.6.
Elemen Pendukung Citra Kota
Citra kota adalah gambaran
mental dari sebuah kota sesuai dengan rata-rata yang dipandang atau dianggap
sesuatu oleh masyarakatnya (Zahnd, 1999: 156). Elemen ini awalnya dicetuskan
oleh Kevin Lynch yang meminta pendapat penduduk di suatu kota tentang gambaran
yang diingat dari kotanya. Sedanglan menurut Rapport
(1997)
secara umum, citra merupakan suatu internaslitasi representasi dan penghargaan
lingkungan, suatu representasi mental individu dari bagian realitas ekternal
yang diketahui melalui beberapa jenis pengalaman (termasuk pengalaman tidak
langsung). Citra kota dapat disebut juga sebagai persepsi antara pengamat
dnegan lingkungannya. Persepsi atau perseive dapat diartikan
sebagai pengamatan yang dilakukan secara langsung dikaitkan dengan suatu makna.
Lynch, (1975: 6-8) dalam bukunya “The Image of The City” sebuah citra
memerlukan:
·
Identitas pada sebuah obyek atau sesuatu yang
berbeda dengan yang lain;
·
Struktur atau pola saling hubung antaran obyek
dan pengamat;
·
Obyek tersebut mempunyai makna bagi pengamatnya.
Citra kota lebih ditekankan pada lingkungan fisik atau sebagai
kualitas sebuah obyek fisik (seperti warna, struktur yang kuat, dll), sehingga
akan menimbulkan bentuk yang berbeda,bagus dan menarik perhatian.
Terdapat lima elemen citra kota menurut Kevin Lynch yaitu path, edge,
district, node, dan landmark.
1.
Paths
Path merupakan jalur jalan yang sering dilewati
oleh pejalan kaki, kendaraan bermotor, maupun kendaraan non-motorized. Rute-rute sirkulasi yang biasanya digunakan orang untuk melakukan
pergerakan secara umum yakni, jalan, gang-gang utama, jalan transit, lintasan
kereta api, saluran dan sebagainya. Path mempunyai identitas yang lebih baik
kalau memeliki tujuan yang besar misalnya ke stasiun, tugu, alun-alun, dal
lain-lain.
2.
Edges
Edge merupakan pengakhiran dari sebuah district atau
batasan sebuah district dengan yang lainya. Edge memiliki identitas yang lebih
baik jika kontinuitas tampak jelas batasnya. Edge berada pada batas antara dua
kawasan tertentu dan berfungsi sebagai pemutus linear, misalnya tembok, batasan
antara lintasan kereta api, topografi, dan sebagainya. Edge lebih bersifat
sebagai referensi daripada elemen sumbu yang bersifat koordinasi (linkage). Identitas
edges akan terlihat Iebih baik jika kontinuitasnya tampak Jelas, demiklan pula
kejelasan fungsi batasnya untuk membagi/menyatukan
3.
District
awasan-kawasan kota dalam skala dua dimensi yang mempunyai identitas
yang lebih baik jika batasnya dibentuk dengan jelas tampilannya dan dapat
dilihat homogen, serta sifat dan posisinya jelas (introver/ekstrover atau
berdiri sendiri atau dikaitkan dengan yang lain). District dalam kota dapat
dapat dilihat sebagai referensi interior maupun eksterior. Kawasan
menpunyai identitas yang lebih baik jika batasnya dibentuk dengan jelas berdiri
sendiri atau dikaitkan dengan yang lain.
4.
Nodes (Simpul)
Merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis
dimana arah atau aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah kearah atau
aktivitas lain. Selain itu, nodes merupakan impul atau lingkaran daerah strategis
dimana arah atau aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah arah atau
aktivitasnya misalnya persimpangan lalu lintas, stasiun, lapangan terbang, dan
jembatan.Node memiliki sebuah identitas yang lebih baik jika
kawasan tersebut memiliki bentuk yang jelas (lebih mudah diganti), serta
tampilan berbeda dari lingkungan fungsi atau bentuk.
5.
Landmark
Merupakan
titik referensi seperti elemen node, tetapi orang tidak masuk ke dalamnya
karena bisa dilihat dari luar letaknya. Landmark adalah elemen penting dari
bentuk kota karena membantu orang untuk mengorientasikan diri di dalam kota dan
membantu orang mengenali suatu daerah. Landmark memiliki elemen eksternal dan
merupakan bentuk visual yang menonjol dari kota, misalnya gunung atau bukit,
gedung tinggi, menara, tanda tinggi, tempat ibadah, pohon tingi, dan
sebagainya. Landmark juga mempunyai identitas yang lebih baik jika bentuknya
jelas dan unik dalam suatu lingkungan, dan ada sekuens dari beberapa landmark
(merasa nyaman dalam orientasi), serta ada perbedaan skala masing-masing.
2.4.
Kriteria Perancangan Kota
2.4.1. Kiteria Tak
Terukur
Kriteria-kriteria terukur yang dimaksud adalah kriteria dasar Perancangan
kota yang dapat diukur secara
kuantitatif, yang diperoleh
dari pertimbangan-pertimbangan
faktor fisik dasar, faktor ekonomi maupun faktor budaya. Kriteria terukur ini dapat dibagi menjadi: Kriteria lingkungan alami dan Kriteria
Bentuk, Massa dan Intensitas bangunan (Shirvani, 1986, hal.133). pertimbangan-pertimbangan secara kuantitatif
pada kriteria terukur yaitu:
Va dan Vb =
Kecepatan kendaraan A dan B.
t = Waktu reaksi untuk mengerem kendaraan.
2.4.2.
Kriteria Tak
Terukur
Kriteria
tak terukur adalah kriteria yang lebih menekankan pada aspek kualitatif di
lapangan, karena menyangkut perasaan atau persepsi manusia yang melihatnya
(penataan visual kawasan). Kriteria tak terukur ini dikemukakan oleh beberapa
studi antara lain The Urban Design Plan of San
Fransisco (1970), Urban System Research and Engineer Inc. (1977) dan
Kevin Lynch (1981). Menurut Hamid Shirvani (1985: 57), kriteria tak terukur
terdiri atas enam konsep, antara lain:
1.
Pencapaian
(Access)
Merupakan
pemberian keamanan, kenyamanan, kemudahan bagi para pengguna untuk mencapai
tujuan dengan sarana dan prasarana transportasi yang mendukung kemudahan
aksesbilitas yang direncanakan dan dirancang sesuai kebutuhan pengguna. Menurut
Lynch, 1976 fasilitas yntuk aksesbilitas hendaknya dalam perencanaan dan
perancangannya memperhatikan tatanan, letak, dimensi, dan sirkulasi.
2.
Kecocokan
(Compatible)
Aspek-aspek
yang berkaitan dengan kepadatan, lokasi, skala maupun bentuk masa bangunan.
3.
Pemandangan
(view)
Merupakan
aspek yang berkaitan dengan suatu kejelasan bentuk yang terkait dengan
orientasi manusia terhadap bangunan. Nilai visual yang ditimbulkan pada view
dapat diperoleh dari skala dan pola, besaran tinggi, dan tekstur. Selain itu,
view tersebut juga dapat berupa landamark.
4.
Identitas (Identitiy)
Merupakan
nilai yang dibuat atau dimunculkan oleh objek (bangunan/manusia)
sehingga dapat ditangkap dan dikenali oleh indera manusia (Darmawan, 2003).
5. Rasa (Sense)
Merupakan
pemberian kesan atau suasana yang ditimbulkan. Sense terkadang merupakan simbol
karakter dan berhubungan dengan aspek ragam gaya yang disampaikan oleh
individu/kelompok bangunan atau kawasan (Lynch.K, 1976;Steele.F, 1981).
6. Kenyamanan
(Inability)
Merupakan
rasa nyaman untuk tinggal atau beraktivitas pada suatu kawasan atau obyek.
2.10 Elemen
Estetika
Elemen
etetika yang dimaksud antara lain:
1. Proporsi
Merupakan
perbandingan bentuk bangunan denga ruang, selalusesuai untuk manusia.
Perbandingan tersebut merupakan perbandingan antara panjang-lebar-tinggi massa
bangunan, dan bergantung pada fungsi serta aktifitas.
2.
Sumbu
Garis yang terbentuk
oleh dua buah titik dari dalam ruang dimana terdapat bentuk-bentuk dan
ruang-ruang yang dapat disusun secara teratur maupun tidak teratur. Sumbu juga
merupakan sebuah garis maya untuk mencapai suatu obyek atau kawasan yang bisa
diakhiri dengan vocal point.
3.
Simetri
Merupakan suatu
objek yang memiliki bentuk dan ukuran di kedua sisinya yang sama. Simetri
terbagi menjadi dua bagian, antara lain
·
Simetri
Bilateral
Susunan yang
seimbang dari unsur-unsur atau bidang maupun massa bangunan yang sama terhadap
sumbu yangsama
·
Simetri
Radial
Susunan yang terdiri
dari unsur-unsur yang sama dan seimbang terhadap dua sumbu atau lebih
4.
Hirarki
Merupakan
penonjolan salah satu objek yang memiliki hirarki lebih tinggi dibandingkan
dengan objek lain menurut besarnya, potongan atau penempatannya secara relatif
terhadap bentuk-bentuk dan ruang-ruang lain pada suatu kawasan. Hirarki biasanya ditunjukkan dengan
ukuran luar biasa, wujud yang unik, dan lokasi atau penempatan yang strategis. Hirarki menunjukkan derajat kepentingan dari bentuk dan
ruang serta peran-peran fungsional, formal dan simbolis. Hirarki dicapai
dengan:
·
Ukuran luar biasa
Tampak dengan ukuran yang
menyimpang dari unsur-unsur lain.
·
Wujud yang unik
Dengan membedakan bentuk wujud
secara jelas dari unsur-unsur lain.
5.
Balance
Adanya rasa yang
menyatakan terdapatnya keseimbangan dalam suatu kawasan. Perancangan yang
proporsional dapat menciptakan kesan balance, misalnya persebaran bangunan atau
aktivitas yang merata atau pengaturan penempatan antara bentuk-bentuk atau
ruang-ruang yang serupa maupun tidak serupa agar dapat menimbuklkan kesan
keseimbangan.
6.
Irama
Pengulangan garis,
bentuk, wujud atau warna secara harmonis dan teratur agar sapat memberikan
kesan tersendiri terhadap bangunan atau kawasan tersebut.
7.
Skala
Proporsi tertentu
yang digunakan untuk menetapkan pengukuran bangunan dan dimensi-dimensi dengan
memandang besaran dari unsur bangunan atau ruang terhadap bentuk-bentuk lain.
Skala terbagi menjadi 2 bagian antara lain,
·
Skala
umum
Unsur-unsur bangunan
terhadap bentuk lain di dalam lingkupnya
·
Skala
manusia
Digunakan sebagai
acuan atau pedoman dalam menyeimbangkan kawasan perancangan
2.11
Analisis Tapak
Analisis tapak
merupakan analisis yang digunakan dalam perancanagan kota yang bersifat baik
fisik maupun non fisik, serta digunakan untuk merumuskan rencana tata ruang
berdasarkan karakteristik aktifitas pengguna dan aktifitas ruang. Analisis
tapak daam perancangan suatu kawasan terdiri dari:
1.
Analisis
Tautan Wilayah
Analisis tautan
wilayah berfungsi untuk melihat hubungan atau keterkaitan kawasan yang satu
dengan kawasan yang lainnya pada site sehingga dapat mengetahui keberadaan site
tersebut.
2.
Analisis
Lingkungan
Analisis lingkungan
berfungsi untuk mengetahui perkembangan kondisi fisik baik yang berupa biotik
maupun abiotik yang ada pada kawasan perencanaan.
3.
Analisis
Topografi
Analisis topografi
berfungsi untuk mengetahui besar dari kelerengan ataupun ketinggian pada suatu
kawasan perencanaan yang nantinya juga berguna untuk menentukkan fungsi kawasan
dengan peletakkan daerah yang akan dibangun.
4.
Analisis
Aksesbilitas
Analisis
aksesbilitas berfungsi untuk mengetahui akses keluar maupun masuk pada kawasan
perencanaan ataupun sebagai penghubung antara kawasan perencanaan dengan kawasan
yang lainnya.
5.
Analisis
View to Site dan From Site
Analisis view ini
berfungsi untuk mengetahui cara melakukan pengamatan pada kawasan perencanaan
dari sisi pengamat (view to site) ataupun untuk memeberi pandangan dari luar
kawasan perencanaan (from site)
6.
Analisis
Kebisingan
Analisis kebisingan
berfungsi untuk mengetahui seberapa besar intensitas suara yang sesuai dengan
batas yang ditentukkan dan disesuaian dengan fungsi kawasan untuk tingkat
kebisingannya
7.
Analisis
Vegetasi
Analisis vegetasi
berfungsi untuk mengetahui kesesuaian jenis tanaman yang dapat dikembangkan
pada kawasan perencanaan sebagai pendukung seperti contohnya tanaman mangrove
yang ditanam pada kawasan pesisir guna mengurangi abrasi yang yang ada.
2.12 Urban
Design Guideline (UDGL)
Urban Design Guideline
(UDGL) atau yang sering dikenal demgan Panduan Perancangan Perkotaan merupakan
suatu perangkat pengaturan yang berupa panduan atau arahan desain tata bangunan
beserta lingkungannya pada suatu kawasan perencanaan. UDGL memberikan pengertian operasional yang jelas
dan spesifik mengenai prinsip-prinsip bentukan fisik pada kawasan tertentu yang
dapat dibuat. Urban Design Guidelines adalah salah satu bentuk produk
dari rancang kota (Shirvani, 1985:147). Shirvani juga menjelaskan
komponen-komponen yang diatur dalam Panduan Rancang Kota (Shirvani, 1985:11) :
1.
Rencana peruntukan lahan
2.
Ukuran lahan
3.
Jenis bangunan
4.
Orientasi bangunan
5.
Gubahan massa
6.
Fasade
7.
Jumlah tiap jenis bangunan
8.
Besaran bangunan
9.
Luas tiap bangunan
10.
Bentuk bangunan
11.
Bahan bangunan
12.
Signage
13.
Ruang terbuka hijau
14.
GSB, KDB, KLB
15.
Koefisien tapak bangunan
16.
Rencana tapak
17.
Warna bangunan
18.
Rencana Pergerakan
UDGL setidaknya harus memiliki tujuan dan sasaran
yang jelas, memuat issue terkait baik secara makro maupun mikro dan bersifat
aplikatif (Shirvani, 1985:152). Program ini disusun untuk jangka waktu tertentu
(5-10 tahun), mencakup macam, jumlah, besaran dan luasan. Termasuk penetapan
fungsi-fungsi bangunan, kebutuhan ruang terbuka, fasilitas umum dan fasilitas
sosial.
UDGL di Indonesia dikenal sebagai
Panduan Rancang Kota (PRK) atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
Pola-pola penanganan penataan bangunan ini dapat
dilakukan pada :
1. Lingkungan yang telah terbangun, dalam rangka pembangunan
parsial, peremajaan, pembangunan kembali, revitalisasi atau regenerasi suatu
lingkungan.
2. Lingkungan bangunan yang dilestarikan.
3. Pembangunan lingkungan yang potensial berkembang.
4. Campuran dari ketiga pola di atas.
thanks gan
BalasHapusini sangat membantu dalam penyusunan skripsi saya